Rabu, 24 November 2010

makalah fiqh

MUSAQOH , MUZARA'AH DAN MUKHABARAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih II

yang dibimbing oleh: Drs.H.Farid Hasyim,M.ag

Oleh Kelompok 2:

MIFATAHUL HIDAYAH (07110000)

MARISA FERLIA AFRIANTI (07110022)

SITI KHUNAINAH (07110036)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila kita perhatikan kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris. Praktik pemberian imbalan atas jasa seseorang yang telah menggarap tanah orang lain masih banyak dilaksanakan pemberian imbalan ada yang cenderung pada praktek muzara’ah dan ada yang cenderung pada praktik mukhabarah. Hal tersebut banyak dilaksanakan oleh para petani yang tidak memiliki lahan pertanian hanya sebagai petani penggarap. Muzara’ah dan mukhabarah ada Hadits yang melarang seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Bukhari) dan ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Muslim). Berdasarkan pada dua Hadits tersebut mudah – mudahan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan oleh salah satu pihak, baik itu pemilik tanah maupun penggarap tanah

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana pengertian musaqoh, dan hal – hal apa saja yang berkaitan dengan musaqoh serta dasar hukumnya !
  2. Bagaimana pengertian muzara'ah dan mukhabarah, hal – hal apa saja yang berkaitan dengan muzara'ah serta dasarnya !

C. Tujuan

1. agar mengetahui Bagaimana pengertian musaqoh, dan hal – hal apa saja yang berkaitan dengan musaqoh serta dasar hukumnya !

2 agar mengetahui Bagaimana pengertian muzara'ah dan mukhabarah dan hal – hal apa saja yang berkaitan dengan muzara'ah serta dasarnya !

BAB II

PEMBAHASAN

A. MUSAQOH

1. PENGERTIAN

Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian keduanya sewaku akad.

Musaqah diambil dari kata Al-saqa yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya) atau pohon-pohon yang lainnya supaya mendatangkan kemashlahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang di urus sebagai imbalan.

Muasaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.

Adapun menurut istilah adalah: Menurut Abdurrahman Al-Jaziri: “Akad untuk pemeliharaan pohon; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Menurut Malikiyah: “Sesuatu yang tumbuh ditanah. Menuut Syafi’iyah: ” Memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan bagi pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut. Menurut Hanabilah musaqah mencakup dua hal yaitu: Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon anggur, kurma dan yang lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagai bagian tertentu dari buah pohon tersebut. Seseorang menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum ditanamkan yang menanamkan akan memperoleh bagian tertentu dari buah pohon yang ditanamnya. Menurut Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh Umairah: “memperkerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan Allah dari pohon itu untuk mereka berdua. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi: “Syarikat pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan. Dapat disimpulkan dari definisi-definisi diatas bahwa musaqah adalah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya.

  1. DASAR HUKUM MUSAQOH

Dasar hukumnya yaitu Al-hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr ra bahwa Rasulullah saw bersabda

ا عطى خيبر بشطر ما يخر ج منها من ثمر ا و ز ر ع و فى رواية دفع ا لي ا ليهود خيبر و ارضها علي

ان يعملو ها من اموالهم وان رسوالله ص م شطرها
“ Memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian . Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk nabi.”

  1. RUKUN DAN SYARAT MUSAQOH

Syarat Musaqah:

  1. perjanjian disepakati terlebih dahulu sebelum pekerjaan musaqoh dimulai
  2. tanaman yang dipelihara harus jelas, dapat diketahui oleh mata
  3. waktu pemeliharaan hendaknya jelas, misalnya : setahun, dua tahun, tiga tahun
  4. harus jelas perjanjian pembagian hasilnya, misalnya : separuh, sepertia, seperempat

Rukun musaqah:

  1. pemilik dan penggarapnya
  2. tanaman yang di pelihara
  1. kebun yang diolah
  2. pekerjaan dengan ketentuan jelas,waktu jelas, jenis dan sifatnya jelas
  1. hasil yang diperoleh jelas, berupa daun, buah, kayu dll
  2. adanya akad, yaitu : ijab qobul antara pemilik kebun dengan penggarap, baik berbentuk tulisan, lisan, isyarat yang dapat dipahami kedua belah pihak.
  1. HUKUM MUSAQOH

a. Hukum musaqah sahih

Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:

Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon diserahkan kepada penggarap, sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua, Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan, Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan apa-apa, Akad adalah lazim dari kedua belah pihak, Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur, Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati, Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh pemilik.

Menurut ulama Malikiyah: Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buah tidak wajib dikerjakan dan tidak boleh disyaratkan, Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang membekas di tanah tidak wajib dibenahi oleh penggarap. Sesuatu yang berkaitan dengan buah tetapi tidak tetap adalah kewajiban penggarap, seperti menyiram atau menyediakan alat garapan, dan lain-lain. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah akan tetapi menambahkan bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap, sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.

b. Hukum musaqah fasid

Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’. Menurt ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:

-Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad,

-Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad,

-Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan,

-Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap,

-Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,

-Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis waktu akad,

-Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,

-Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada penggarap lainnya.

5. HABIS WAKTU MUSAQOH

Menurut ulama Hanafiyah, musaqah dianggap selesai apabila:

a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad

b. Meninggalnya salah seorang yang akad

Membatalkan, baik dengan ucapan jelas atau adanya uzur. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat musaqah selesai jika habis waktu.

  1. hikmah – hikmah musaqoh

- menumbuhkan sikap saling tolong menolong di masyarakat

- mengurangi jumlah pengangguran di masyarakat

- mengatasi lahan sawah atau kebun yang tidak terawat dapat mendatangkan penghasilan

- menjadikan media da'wah melestarikan syari'at islam sekaligus mengikuti sunnah Rosul

- melindungi kaum miskin (penggarap) dari penindasan kaum feodal (tuan tanah)

- menumbuhkan semangat kerja di kalangan masyarakat yang tak memiliki kebun atau sawah

- meningkatkan penghasilan sumber daya alam dan sumber daya manusia

- memeratakan hasil kekayaan alam (Rizki Allah) ke semua lapisan masyarakat

B. MUZARA’AH dan MUKHABARAH

1. PENGERTIAN MUZARA'AH DAN MUKHOBARAH

Menurut etimologi, muzara'ah adalah wajan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a” artinya menumbuhkan. Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.

Sedangkan menurut istilah muzara’ah dan mukhabarah adalah: Ulama Malikiyah; “Perkongsian adalah bercocok tanam” Ulama Hanabilah: “Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya, sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya. Ulama Syafi’iyah: “Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan dan benihnya berasal dari pengelola. Adapun mujara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah.”

Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan. Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama dengan memberi ketetentuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.

2. DASAR HUKUM MUZARA'AH DAN MUKHOBARAH


عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ

Artinya :
Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)

عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)

Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)

Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzara’ah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu Abbas r.a.

ان النبي ص م لم يحرم المزارعة و لكن امر ان يرفق بعضهم ببعض بقوله من كانث له ارض فليزرعها

اوليمنحها او خاه فان ابي فليمسك ارضها

“Sesungguhnya Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”


3. RUKUN DAN SYARAT MUZARA'AH

Rukun Muzara’ah:

1. Tanah

2. Perbuatan pekerja

3. Modal

4. Alat-alat untuk menanam

Syarat-syarat Muzara’ah:

Syarat aqid (orang yang melangsungkan aqad)

1. Syarat tanaman

2. Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman

3. Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami

4. Hal yang berkaitan dengan waktu

5. Syarat alat becocok tanam

4. HUKUM MUZARA'AH

a. Hukum muzara’ah sahih

Menurut ulama Hanafiyah, hukum mujara’ah yang sahih adalah sebagai berikut:

- Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.

- Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.-

- Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.

- Menyiran atau menjaga tanaman.

- Dibolehkan menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.

- Jika salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada waktu.

b. Hukum Muzara’ah fasid

Menurut ulama Hanafiya, hukum muzara’ah fasid adalah:

- Penggarap tidak berkewajiban mengelola.

- Hasil yang keluar merupakan pemilik benih.

- Jika dari pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
5. HABIS WAKTU MUZARA'AH

Beberapa hal yang menyebabkan mujara’ah habis: Habis mujara’ah. Salah seorang yang akad meninggal. Adanya uzur.

6. HIKMAH MUZARA'AH DAN MUKHABARAH

Muzara’ah dan mukhabarah disyariatkan untuk menghindari adanya pemilikan hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk diolah dan menghindari tanah yang juga dibiarkan tidak diproduksikan karena tidak ada yang mengolahnya.

Muzara’ah dan mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-Hal lainnya yang bersifat teknis disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan.

BAB III

KESIMPULAN

Musaqah adalah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya. Musaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.
Muzara'ah adalah paroan lahan atau sawah yang benihnya berasal dari orang yang memiliki lahan tersebut.

Muhkabarah adalah paroan sawah atau lahan yang benihnya berasal dari penggarap. Adapun sistem pembagian hasilnya disesuaikan dengan ketentuan sebelumnya antara pemilik tanah dan penggarap.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.canboyz.co.cc/2010/02/muzaraah-dan-mukhabarah.html

http://echyli2n.blogspot.com/2009/06/fiqih-muamalah-musaqoh.html

H. Sulaeman Rasyid, Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bnandung, 1994
Drs. Suparta dkk. Materi Pokok Fiqih I, Universitas terbuka, 1992
DR. (He) Drs. H.S Sholahuddin, Fiqhul Islam, Biro Penerbit Jurusan Syariah STAIN Cirebon, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar